Tradisi Minum Teh di Jepang
Salah
satu kebudayaan Jepang yang di kenal banyak orang adalah tradisi upacara minum teh. Upacara ini adalah salah satu
ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh
untuk tamu. Pada jaman dahulu sering di sebut Chanoyu atau Chat atau
Chato atau Sadou. Tetapi dalam percakapan sehari – hari orang Jepang sering
menyebutnya dengan Ocha. Chanoyu sendiri dapat di artikan sebagai air panas
untuk teh. Upacara minum teh yang di adakan di luar ruangan di sebut Nodate,
Sementara ruanagan yang khusus di sediakan untuk upacara Minum teh di sebut
Chashitsu. Berbeda dengan upacara – upacara biasa. Upacara biasa di gunakan
untuk menghormati hari – hari tertentu. Seperti upacara untuk Hari Pahlawan,
Upacara Kemerdekaan, dan sebagainya.
Upacara
minum teh ini dahulunya, pertama kali di perkenalkan oleh nenek moyang ahli teh
Jepang yang bernama Murata Juko. Upacara ini dahulu di percaya sebagai sarana
pertukaran pengalaman
spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Pada akhirnya berbagai
aliran upacara minum teh pun bermunculan. Dampak dari munculnya banyak aliran
ini menarik banyak orang untuk belajar upacara minum teh ini. Maka dari itu
tradisi upacara minum teh ini menjadi sangat populer di seluruh Jepang. Ocha no
keiko adalah istilah yang artinya belajar mempraktikkan
tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.
Cara minum teh di Jepang sudah di tentukan sejak jaman dahulu kira – kira beberapa
ratus tahun yang lalu, dan tidak pernah di ubah ataupun di perbaiki.
Teh
ini disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh
dan di nikmati oleh sekelompok tamu di ruangan khusus tempat minum teh yang di
sebut Chashitsu. Teh ini bukan hanya dituang dengan air panas dan di minum.
Tetapi teh ini juga sebagai seni dalam arti luas. Tradisi upacara minum teh ini
juga mencerminkan kepribadian
dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara
berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan
benda seni di dalam ruangan upacara minum teh dan berbagai pengetahuan seni
secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut. Tuan
rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi atau keadaan yang
menyenangkan dalam arti tamu merasa nyaman, seperti memilih lukisan dinding
atau yang sering disebut Kakejiku, juga memilih bunga atau yang sering di sebut
Chabana, dan mangkuk keramik yang di sesuaikan dengan musim dan status tamu
yang di undang.
Tentu saja seni upacara minum teh
memerlukan pendalaman bertahun – tahun dengan di sertai penyempurnaan yang
berlangsung seumur hidup. Tamu yang di undang secara formal untuk upacara minum
teh pun harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa - basi, etika meminum
teh, dan cara menikmati makanan kecil yang di hidangkan.
Ada beberapa Upacara minum teh
sepanjang tahun di Jepang, yaitu :
1. Yuuzari-no-chaji
Upacara teh ini di lakukan saat bulan – bulan yang lebih hangat daripada musim dingin.
Upacara teh ini di lakukan saat bulan – bulan yang lebih hangat daripada musim dingin.
2. Shoburo
Upacara ini merupakan perayaan tahun baru dengan menggunakan pertama kali alat Furo, atau anglo/tungku portable.
Upacara ini merupakan perayaan tahun baru dengan menggunakan pertama kali alat Furo, atau anglo/tungku portable.
3. Kuchikiri-no-chaji
Teh yang di panen saat musim semi, lalu di simpan di dalam guci dan di letakkan di tempat yang sejuk. Musim perayaan minum teh dimulai dan ro digunakan pertama kali sebagai tanda masuknya musim dingin kira – kira terjadi pada tanggal 7 atau 8 November. Pada saat itulah, guci yang berisi teh tadi di buka, dan akan di dapat teh baru yang masih segar.
Teh yang di panen saat musim semi, lalu di simpan di dalam guci dan di letakkan di tempat yang sejuk. Musim perayaan minum teh dimulai dan ro digunakan pertama kali sebagai tanda masuknya musim dingin kira – kira terjadi pada tanggal 7 atau 8 November. Pada saat itulah, guci yang berisi teh tadi di buka, dan akan di dapat teh baru yang masih segar.
4. Akatsuki-no-chaji
Upacara minum teh ini di lakukan saat pagi – pagi sekali di musim dingin. Tujuannya agar bisa melihat matahari yang baru terbit dari runang minum teh.
Upacara minum teh ini di lakukan saat pagi – pagi sekali di musim dingin. Tujuannya agar bisa melihat matahari yang baru terbit dari runang minum teh.
5. Asa-cha
Upacara ini di lakukan saat pagi
yang sejuk di musim panas.
6. Shougo-no-chaji
Upacara minum teh ini di laksanakan tepat siang hari atau tengah hari.
Upacara minum teh ini di laksanakan tepat siang hari atau tengah hari.
7. Yobanashi
Upacara minum teh ini di lakukan saat malam hari. Upacara ini juga di lakukan saat perayaan musim dingin. Upacara ini di lakukan di ruang minum teh yang hanya di terangi cahaya lilin.
Upacara minum teh ini di lakukan saat malam hari. Upacara ini juga di lakukan saat perayaan musim dingin. Upacara ini di lakukan di ruang minum teh yang hanya di terangi cahaya lilin.
Pada setiap budaya pasti ada nilai spiritualnya. Dan tentunya
di upacara minum teh atau Sadou ini juga ada. Air dilambangkan sebagai Yin dan
Api di lambangkan sebagai Yang. Mizushashi adalah guci tempat dimana air di
tampung. Guci itu terbuat dari batu. Guci itu berisi air tawar yang
melambangkan kemurnian atau kesucian. Guci tersebut hanya boleh di sentuh oleh
hanya boleh di sentuh oleh sang tuan rumah. Teh yang akan di sajikan, Matcha, disimpan dalam sebuah tempat berupa keramik
kecil yang disebut Chaire yang
terbungkus dengan sebuah Shifuku
atau kantong sutra yang diletakkan di depan Mizushashi.
Chaji adalah upacara minum teh yang
lengkap dengan makanan, yang merupakan salah satu bentuk tata cara minum teh di
Jepang. Upacara minum teh dilakukan di ruangan khusus yang di desain dengan
nuansa teh. Desain itu bernama Chashitsu. Biasanya lokasinya ada di rumah teh
terpisah dengan bangunan utama, di dalam taman. Tamu – tamu yang di undang
untuk upacara minum teh tidak lebih dari empat orang. Tamu – tamu ini berada di
sebuah ruang tunggu yang bernama Machiai. Di ruangan inilah, seorang asisten
tuan rumah atau biasa di sebut Hanto, menyiapkan air panas untuk menyeduh teh
atau biasa disebut Sayu. Selagi berada di ruangan ini, tamu – tamu ini memilih
satu orang untuk menjadi wakil selaku tamu utama. Lalu Hanto mengajak para
tamu, sedangkan tamu utama berada di belakang, menuju kearah taman kecil tak
berbunga. Dan disinilah para tamu akan membersihkan “Debu Dunia” , lalu mereka
akan duduk di bangku atau biasa di sebut Koshikake Machiai, sambil menunggu
Teishu atau tuan rumah menyambut mereka. Sebelum Teishu menerima para tamu, dia
akan mengisi sebuah baskom batu atau Tsukubai dengan air segar. Teishu
menyucikan tangan dan mulutnya dengan air yang ada di baskom batu tadi. Lalu
berjalan ke arah gerbang tengah atau Chumon, untuk menerima secara resmi para
tamu, dengan membungkukkan badan sebagai tanda hormat. Kemudian tanpa berkata –
kata, mengajak Hanto, tamu utama, dan tamu lainnya melewati Chumon yang
melambangkan pintu antara dunia nyata dengan dunia teh yang bersifat spiritual.
Para tamu dan Hanto menyucikan diri
dengan air dari Tsukubai sebelum memasuki ruang Teh. Pintu masuk ruang minum
teh berupa pintu geser yang memiliki tinggi sekitar 36 inchi atau sekitar 91
sentimeter, sehingga orang yang akan masuk ke dalamnya harus membungkukkan
badan dan merundukkan kepalanya. Yang terakhir masuk akan memasang palang
pintu. Pintu ini melambangkan semuanya berkedudukkan sama saat minum teh, tidak
bergantung pada status sosial yang ada.
Di dalam ruang teh tidak terdapat
dekorasi apapun, melainkan hanyalah sebuah ruang kecil bernama Tokoma. Ada
sebuah lukisan atau Kakemono yang sengaja di pilih oleh tuan rumah secara
seksama, sesuai dengan tema dari upacara minu teh tersebut. Ada juga sebuah
kitab kuno yang bernama Bokuseki atau jejak tinta yang di buka gulungannya.
Para tamu bergiliran menghormati kitab itu, sambil mengamati teko atau Kama dan
perapian. Perapian terdiri dari dua jenis, yaitu Furo yang bertipe portabel dan
Ro yang bertipe terpasang di lantai yang fungsinya juga sebagai penghangat saat
musim dingin tiba. Lalu para tamu ini akan duduk sesuai posisi mereka saat
upacara minum teh ini. Tuan rumah duduk di tempatnya dan memberikan salam
secara bergantian. Makanan yang di suguhkan adalah Chakaiseki. Setelah itu di
hidangkan sake. Setelah itu akan di sajikan Kosuimono, semacam kaldu untuk
menghilangkan citarasa sajian di dalam mulut, sehingga tidak tercampur rasa
dengan rangkaian sajian berikutnya. Lalu di lanjutkan dengan Hasshun, yang
terdiri dari Uninomono ( semacam seafood ) dan Yananomono ( makanan yang
bersumber dari pegunungan ). Setelah itu ditutup dengan Kanomono yang di
sajikan dengan sebuah mangkuk kecil dan nasi panggang yang di sajikan dengan
garam .
Jika teh di sajikan saat siang hari, maka sebuah
gong akan di bunyikan, tetapi di sajikan saat malam hari, maka lonceng yang
akan di bunyikan. Biasanya lonceng dan gong ini dipukul 5 – 7 kali. Lonceng
atau gong ini berguna untuk memanggil tamu yang tadinya sedang istirahat
sejenak kembali ke ruang tempat minum teh.
Ada beberapa tata krama tamu yang
harus di lakukan ketika upacara minum teh berlangsung, yaitu :
1. Membungkuk hormat pada penyaji teh
saat ocha (teh hijau) disajikan.
2. Memandang ornament yang ada di cawan
dengan penuh perhatian.
3. Menghargai ornament sebagai karya
seni, sebelum minum teh dari cawan itu.
4. Membuat percakapan ringan dengan
tuan rumah tentang barang – barang seni tersebut.
Biasanya upacara minum teh di Jepang
memakai teh bubuk Matca , yang terbuat dari teh hijau yang di gulung halus.
Upacara minum teh yang menggunakan teh bubuk matca, teh hijau jenis matca, di
sebut Matcado. Sedangkan upacara minum teh yang menggunakan teh bubuk Sencha,
teh hijau jenis Sencha, disebut Senchado.
0 komentar:
Posting Komentar