“Oh,
begitu. Jadi ini dibagi dengan akar x kan?”
“Ha’i, lalu disubstitusikan ke
persamaan 2. Terus begini dan bla. Bla. Iya kan?”
“Oh, iya kau benar. Arigatou,
Ichi-kun,”
Ahh, kalau begini telingaku mau
pecah. Sepertinya lebih baik kalau Kaze-san saja yang duduk disebelahku. Yah,
walau nantinya aku masuk angin. Tapi daripada telingaku panas kayak begini.
Nggak cuma telingaku yang panas, rasanya juga nggak terima dan kecewa. Pokoknya
nggak enak banget.
Sudah beberapa hari ini, sejak awal
masuk sekolah, Aitsu-san duduk di kursi kedua ke kiri setelah kursiku
(silahkan, bayangkan sendiri!). Sebelumnya tidak ada yang ada duduk di kursi di
antara kami, karena saat itu Ichira-chan belum masuk. Saat hari kedua, kursi
itu diisi oleh seorang shoujo di kelas kami. Namanya Migoto Okane-san. Aku
biasanya memanggilnya Okane-chan. Dia adalah seorang seito yang sangat rajin.
Dan kejadian di atas adalah saat mereka berdiskusi tentang pelajaran. Mereka
terlalu akrab.
Sungguh, jika kalian ingin melakukan
itu, lakukanlah! Tapi jangan disini, jangan di jarak pendengaranku. Kupingku
panas. Huh. Sungguh, aku berharap yang duduk disebelahku Kaze-san aja. Habis
mereka berisik. ‘Hei, jika ingin bicara, di luar aja sana. Urushai,’geramku
dalam hati.
Let me be okay!! :( Can’t you two talk outside? Mazui.
.
.
Mereka melakukannya lagi. Dan aku
sama sekali tak bisa masuk ke dalam lingkaran mereka. Salahku juga sih, aku tak
berani masuk ke lingkaran mereka. Mereka selalu berbicara banyak hal. Walau
lebih banyak tentang pelajaran sih.
Dan tololnya, aku masih saja
mendengarkan mereka. Aku memang tolol. Baka. Biasanya aku akan masuk dalam
percakapan mereka, kalau mereka sudah kebingungan dalam pelajaran. Aku hanya
membantu sedikit. Toh aku sama nggak ngertinya sama mereka. Tapi yang paling
mendengarkan, ya Okane-chan, Aitsu-san hanya entah dengar entah enggak.
“Loh, ini bagaimana, kok bisa kayak
gitu?” gumam Aitsu.
“Iya, ya,” timpal Okane sambil
berpikir (sepertinya).
“Ini dibagi dulu dengan ini baru
bla.. bla,” sahutku menyerobot pecakapan mereka.
“Udah kok, tapi hasilnya beda,”
kilah Okane padaku. Akupun melihat pekerjaannya.
“Ini hasilnya berapa? 6 x 4 kok
hasilnya 36. Kurang teliti tuh,” koreksiku.
“Ah, iya ya. Arigatou.”
“Iie, doitta.”
Aitsu-san sama sekali tidak
mendengarkan. Tak apalah toh aku senang membantu teman. Hal lain lagi,
Aitsu-san senang sekali berobservasi dengan denshikeisanki. Daritadi dia hanya
bermain game di denshikeisanki. Tak
luput terdengar pula, percekapan Aitsu-san dengan Okane-chan tentang denshikeisanki
yang aku nggak tahu. Hah, aku sama sekali ada di dunia yang berbeda dengannya.
Selain itu Aitsu-san punya banyak teman. Juga dia adalah anggota klub Dorama.
Satu hal yang kutahu sejak saat
itu dia sama sekali berbeda denganku. Satu hal yang kusadari saat itu dia hidup
di dunia yang berbeda denganku, sama seperti aku yang hidup di dunia yang
berbeda dengannya. Satu hal yang harusnya kuketahui sejak dulu, seharusnya aku
tidak memulai permainan ini. Karena aku tak akan pernah tahu bagaimana cara
mengakhirinya.
Mungkin
aku memang tidak pernah ada di dunianya. Mungkin juga aku memang tidak bisa
menggapai dunianya. Mungkin aku memang hanya bisa mengawasinya dari sini.
Bahkan mungkin aku memang tak bisa melihat dunia sebagaimana dia melihatnya.
Semakin hari, semakin parah. Tapi
kurasa aku mulai merasa terbiasa mendengar ocehan mereka berdua. Tapi tetap
saja rasanya nggak enak. Itu sangatlah menyebalkan. Tapi tak lama setelah itu,
Okane-chan diharuskan meninggalkan kelas. Entah kemana, dan akupun tak mau
tahu. Seperti aku peduli saja. Jahat? Tidak juga , aku hanya sedang kesal.
Tetapi setelah itu Aitsu-san
justru pindah tempat duduk. Maklum ada kursi lain yang kosong. Dekat dengan
stop kontak lagi. Jadi lebih enak buat nge-game.
Sedikit kecewa sih, tapi cukup sakit hati. Rasa-rasanya kok kayak dia nggak
mau duduk dekat aku. Entahlah, peduli amat. Lagipula tak ada dia justru bagus,
jadi lebih aman untuk jantungku.
Tak lama kemudian justru Kaze-san
yang duduk di sebelahku. Tepat di sebelahku, di tempat Okane-chan biasa duduk.
Dengan alasan yang sama dan aku sudah terbiasa dengan itu. Toh aku juga baru
nggak sakit.
“Hei, tolong nyalakan kipas
anginnya, dong,” pintanya pada salah satu murid yang duduk di dekat saklar.
Aku hanya bisa mengulum senyum.
Perangainya tak berubah. Tapi itulah yang kusukai. Dia manis dan lucu. Kaze-san
sang pembawa angin. Haha, aku suka julukannya. Tapi diakhir pelajaran, aku baru
tahu, dia sakit. Entah sakit apa, tapi kurasa wajahnya cukup sakit. Dan itulah
alasan kenapa dua hari setelahnya dia tidak masuk sekolah. Dan aku cukup
merindukan leluconnya.
Hari ini Kaze terasa dekat. Walau
masih dengan alasan yang sama, tapi, aku cukup berterimakasih. Daripada Aitsu.
Saitte, Mazui, Baka.
Ada
kemajuan. Walau hanya sedikit, tapi aku menyukainya. Oh sungguh, yokatta ne.
Aku berbicara dengannya. Hanya berbicara? Hei, itu jarang terjadi dalam satu
bulan. Daripada tidak sama sekali. Dan dia yang mengajakku berbicara. Pertama
kalinya.
Yah, alasan yang sama. Meminjam denshikeisanki-ku.
Untuk men-copy beberapa file. Tak apalah. Yang penting dia
berbicara denganku. Haha.
“Tanaka-san, boleh pinjam denshikeisanki-mu.
Aku pengen lihat isi file-mu.”
Ah, pencerahan rasanya. Hei, tapi
kok rasanya sepi, ya. Rasanya ada yang kurang. Kaze-san tidak masuk sekolah.
Wah, kenapa ya? Kata para otokonoko, Kaze-san sakit. Padahal kemarin cukup
sehat, menurutku. Hmm, kalau begitu cepat sembuh deh.
“Tanaka-san, ini aku sedang men-copy, kau tunggu dulu yaa.”
Dia berbicara denganku lagi. Wahh..
Belum lama kemudian..
“Udah selesai belum?” tanyanya, tapi
nadanya sedikit membentak.
Jujur aku takut. Tadi baik kok
sekarang bentak sih. Beberapa lama kemudian, transfer file selesai. Aku memanggilnya, tapi karena malu aku ingin
minta tolong Rara-chan.
“RARA-CHAN” teriakku, eh, tapi Aitsu
juga nengok, ya sudah langsung ku berikan aja.
Setelah dia mengambilnya, dia sama
sekali tak pernah mengajakku bicara sejak saat itu. Yah, memang tidak ada
alasan untuk berbicara denganku sih. Tapi tadi di baik-in kok sekarang di diem-in
lagi. Rasanya kayak dibolak-balik. Kalau emang nggak suka, nggak usah ajak
bicara aku sekalian aja sih, mentang-mentang Okane-chan udah pergi lagi. Hah,
udahlah. Jauh-jauh sana..
Rasanya kayak dibolak-balik. Capek
tau nggak. Setelah diterbangin ke awang-awang. Dijatuhin lagi ke lubang
selokan. Nyesek tau nggak. Kaze not show up. Doushita no?
.
Ta-da.. Balik lagi sama Ai dan cerita geje-nya.. Hehehe, habis UAS nihh.. Bikin pusing kepala aja. Udah gitu kayaknya nilai-nilai bakal jeblok.. Huhu, kapan aku bisa dapet nilai bagus. Hh, sekolah tidak berjalan baik lagi bagiku. Yang bisa kulihat sekarang hanyalah, aku yang terus tertinggal dan tertinggal.. Sungguh, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Di lain hal, di tempatku berada, mereka sama sekali tidak begitu menerimaku. Di sisi lain, mereka, tempatku yang dulu, mulai satu persatu meninggalkanku. Lama tak jumpa lalu lupa.. Hh, doushi yo ka, minna-sama??
Sambungannya besok bakal jadi songfic nihh.. Bakal panjang, tapi aku dah lama nggak nulis lagi. Nggak keurus karena hati dan akal memikirkan ini itu. Hah.. Jaa matta nee.. ^^
_LOL_ #Lots of love..
Ai Tanaka Uzumaki
0 komentar:
Posting Komentar