Kalau kamu memang baru suka sama seseorang. Terutama yang
biasanya duduk di sebelahku. Silakan. Sejak awal, kelakuanmu itu emang bikin
sebel kok. Urusin aja dia. Tapi nggak usah urusin aku.
Dan inilah akhir ‘kisah’ku yang lainnya. Hanya berharap bisa
segera pergi from this misery. Tapi
sepertinya aku haris mulai terbiasa dengan itu.
.
.
.
Sannen. Menjadi kelas tiga itu sama dengan masa depan.
Dimana adalah tingkatan akhir dalam suatu masa sekolah. Menentukan masa depan.
Sungguh, aku benci itu.
Semuanya lebih baik dulu. Saat masih Chuugakusei atau bahkan
Shougakusei. Aku hanya memilih. Setidaknya tidak seberat sekarang. Sepertinya
jalan dulu tidak sama seperti jalan yang sekarang. Dulu aku masih bebas memilih
jalan yang kuinginkan. Dan hampir semuanya lancar selama aku menjalaninya. Aku
hanya berharap kali ini begitu.
Koukousei. Iro iro no koto atta. Hmm, and complicated one. Terlalu banyak pilihan yang bisa kupilih. Dan
itu membingungkan. Pertama, aku pilih Farmasi. Kenapa? Well, it’s the first thing came out when we visited the place. It feels
like ‘I wanna tobe here’. Like the one, in my first step in KIHS. Just like
that. Tapi justru karena itu. Aku sama sekali tidak tahu akan menjadi apa
selepas nanti.
Dan untuk pilihan-pilihan selanjutnya aku sama sekali tidak
harus memilih apa. Dulu. Dulu sekali. Aku ingin jadi Dokter. Well, everybody want that, right? Tapi
setelah dipikir-pikir. No, I don’t. Just
don’t. That feels. Tak tahu kenapa. Tapi yang kujadikan alasan adalah
saingannya banyak. Dan mungkin aku punya kemungkinan yang kecil. Dan setelah
itu aku sempat berpikir Gizi Kesehatan. Sama seperti Farmasi. Aku sama sekali
tidak tahu apa yang dikerjakan bila bekerja nanti.
Pernah ada yang berkata, pilihlah sesuai apa yang kau sukai.
Jika aku benar boleh, akan ku letakkan ia di pilihan terburuk. Sastra Jepang.
Kenapa? Karena itu satu-satunya pelajaran yang tidak terasa menjadi beban
bagiku. Aku belajar itu karena suka. Bukan menjadi beban, seperti matematika,
fisika, biologi dan kimia. Yang justru
di setiap ulangannya membuatku pusing setengah mati. Setiap ujian Jepang
pun cuma dibawa enjoy aja. Belajar
bahasa yang satu itu layaknya main bagiku. Asyik aja pikirku.
Kedo, hmp. The mother
surely and absolutely don’t like that. Mau kerja apa nanti? Hh, again and again. Well, I’m not so sure. How
about being teacher? I think that’s good. Or Translattor. Bener sih, toh
aku jadikan pilihan terburuk, kalau dapet gantinya pun akan ku ganti. Aku
denger-denger banyak kok yang baru memutuskan jurusan di akhir. Well, I might be slow but I’m sure. It’s
going to work out. But I think Pharmachy is number one, kay?
Kalau menurutku, aku memiliki nilai plus di bahasa. Terutama
Eigo. Setidaknya nilaiku tidak jelek-jelek amat. Bahkan terkadang bisa melebihi
salah satu temanku di kelas, yang cukup well
oriented in English. TOEFL ku juga lumayan bagus lho. Walau nggak
banget-banget. Tapi yaa itu. I’m not
speaking well. Look how I’m stuttering in front of the other. Please.. Tapi
setidaknya aku cukup bangga dengan nilai bahasa inggrisku. Daripada nilai ipaku
yang lainnya. Terkadang aku berpikir untuk jadi guru bahasa inggris saja. Tapi
yaaa..
Hmmm, really I don’t
know what to do. Well, everybody have their good point and bad point nee?
Kaze-san really diligent this day. That’s the point why I like him. He’s trying
hard. So I had too. Nee, Kaze-san, douzo yoroshiku nee.
.
.
.
.
Baru saja aku menyadari sesuatu. Do you know what? I’m so stupid. Tanaka Akira is really stupid, dense
and so naïve. 3-A. Sannen A gumi. They’re
hating me. Me. Although I don’t know what’s wrong. They’re hating me. Not just
them, actually. All of my old friends are being apart from me. And the
conclusion that I have is they’re hating me.
What’s so wrong with me?
Apapun yang mereka lakukan selalu kudiamkan. Mereka mengejekku. Well, it’s fine. I’m used to this.
Mereka memintaku membantu mereka. I’ll do
it. I’m a good person, though. Mereka mengolok-olokku, merendahkanku. Well, I’m not fine with this but.. Katenishiro.
Mereka tertawa di belakangku. Mengata-ngataiku di belakangku. Bilang hitam kek,
bilang menyebalkan kek. Tapi aku selalu diam saja. Membiarkan. Tidak pernah
menindaklanjuti. Karena aku tahu jika aku menindaklanjutinya, kalian hanya
semakin benci padaku.
Aku kurang baik apa sih sama kalian. Beneran deh. Do you know what? From it’s look like, you
all always bullying me. Makes me do like what you all want. Dan apa yang
kalian berikan padaku. Acuhan. Ketidakhirauan. Saat aku meminta bantuan kalian,
kalian menolak. Sungguh, terkadang aku mengorbankan sesuatu saat membantu
kalian. Dan apa yang kalian berikan padaku. Kebencian. Muak. Jijik. Sungguh.
Am I that disgusting?
Satu hal lagi yang bener-bener bikin aku mau nangis setiap memikirkan hal ini.
Kaze-san. Dia juga salah satunya. Menyebalkan sekali. Jujur kali ini,
bener-bener aku berpikir. Jangan-jangan selama ini. Selama dua tahun ini.
Selama semua kelakuannya kepadaku. Gara-gara dia benci sama aku. Gara-gara jijik
sama aku. Semua perlakuannya yang membuatku jungkir balik beberapa kali itu,
gara-gara dia benci sama aku. Really, I’m
so stupid. Baka. Baka.
And that coward!!
Kali ini, aku sungguh-sungguh membencinya. Semua perkataannya. Semua
kelakuannya. Semua sikapnya. Semua tawanya. Tidak ada lagi yang terlihat lucu
di mataku. Yang ada hanya rasa benci yang mengakar karena telah tertipu selama
dua tahun ini. Ano yaro.. Hontou ni ahoo. Sungguh, dari semuanya. Dari semua annoying boys in that damn class. Why must
be you?
Pertama kali melihatnya. Kaze Kochataro-san. Aku melihatnya
sebagai pemuda (weileh!) yang lucu. Lebih menjurus ke manis. Well, it’s just like I want to shout
“Kawaii” right to him. Actually, that time he’s really adorable. But,
yes, just that time. Semua yang dilakukannya lucu. Apalagi ia sering
menggangguku saat aku maju ke depan kelas. Yang entah beberapa kali ia
membuatku kesal.
Sikap-sikapnya. Yah, dia lebih sering menggangguku sih.
Seperti menarik kursiku saat aku mau duduk (Bukankah itu artinya dia sangat
membenciku) dan duduk di kursi saat aku sedang pergi, entah untuk tidur atau
mengerjakan soal. Yang paling berkesan adalah saat Kaze-san menepuk pundakku
saat kami berlari saat pelajaran P.E. Well,
that’s really like he’s cheering for me. Atau dia sengaja menubrukku
biar aku jatuh. Kaze-san jahat banget. Bahkan dulu Kaoru-kun dan Zero-kun tak
pernah sejahat itu denganku. Yah, aku tidak pernah benar-benar merasa dekat
dengan mereka. Ini pertama kalinya, seorang Tanaka Akira pernah merasa sedekat
itu dengan anak lelaki, kecuali dengan salah satu teman sekelasku saat Shougakusei.
Well that’s another story.
.
.
.
.
Kirai da. Benci banget sama dia. Kochataro Kaze. Apa yang
kau inginkan sekarang, hah? Selalu seenaknya sendiri. Setelah mendeklarasikan
dirinya kalau ia membenciku. Sekarang ia mendeklarasika kalau ia menyukai gadis
yang lainnya. Begitu.
“Kaze, Kaze, deket mu itu lho. Yamazaki-san, Kaze di deketmu
lho,” seru para otoko-noko yang lainnya.
Mereka berdua berada tepat di depanku. Duduk berseberangan
walau tidak berhadapan. Terasa dekat walau akhirnya malu-malu. Ugh…Saat itu
Yamazaki-san sedang berbicara denganku sih. Rasanya sudah lama sekali sejak
Kaze-san terakhir kali duduk di sebelahku. Menyebalkan.
Tanpa berbicara apapun, Kaze-san yang sedang membaca novel
kesayangannya pun menoleh ke belakang. Tak lama setelah melihat Yamazaki-san
yang berada di belakangnya, ia pun membuang mukanya kembali ke novel buluknya
itu. Malu mungkin. Tersipu mungkin. Berbunga-bunga mungkin. Ugh, nyebelin.
Sedangkan Yamazaki-san yang ada di depanku hanya bergumam, “Mereka ngapain
sih?”
Namanya Yamazaki Rima. Ia salah satu onna noko yang bertipe
mirip denganku. Ia adalah seorang yang rajin dan sopan –kelewat sopan malah.
Aku tak membencinya. Bahkan banyak hal yang bisa kutiru darinya. Tapi mungkin
kejadian ini akan membuat segalanya berubah. Bukan langsung membencinya sih.
Tapi sebel iya. Toh bukan salahnya juga kalau Kaze-san menyukai. Ini salahku
yang memang menjadi salah satu onna noko yang sama sekali tidak menarik. They said I’m black. Upset. Of course I am.
But I VERY MUCH believe that there is someone much darker and blacker
than me. Particulary, the someone that said that to me.
Huahhh, haruskah aku patah hati untuk ke sekian kalinya.
Haruskah aku menangis untuk kedua kalinya. Sebenci itukah, ia kepada ku. Aku
salah apa sih, sampai Kaze-san sebenci itu kepadaku. Gara-gara chichi-ue.
Begitu. Begitu. BEGITU.
Rasanya lelah. Capek. Seperti ada sesuatu yang keluar tapi
tertahan. Dengan keyakinan bahwa aku harus kuat, aku hanya bisa diam. Bisu.
Lebih baik tak mengatakan apapun yang tidak perlu. Toh kata-kata dariku takkan
merubah apapun bagimu kan. Sakit, Kaze-san. Rasanya seperti kau melepas satu
persatu kelopak dari sebuah bunga. Sedikit demi sedikit, tapi rasanya nyeri.
Kau justru memperpanjang rasa sakit itu dengan mencabutinya satu persatu.
Bukankah lebih baik jika kau mencabutnya sekaligus. Sakit tapi setidaknya tidak
berkepanjangan.
Semua perlakuan Kaze-san sama sekali tidak membantuku.
Pernahkah kubilang di san nensei ini, hanya ada bencana saja di liku hidupku.
Memang ada beberapa pelangi merona manis di kanvasnya. Tapi selebihnya hanya
coretan kasar abu yang menggores hati. Terutama otoko noko. Mereka benar benar
membenciku. Apa karena chichi-ue juga. Hah, kalau mereka membenciku sih tidak
masalah. Toh yang penting aku tidak membenci mereka, jadi aku tidak terkena
dosa. Itupun kalau hanya membenciku. Mereka mengejekku. Tak hanya itu,
mereka juga mengejek chichi-ue. Sepertinya kupingku selalu panas setiap mereka
membicarakan itu, menuliskan itu.
Untuk bernapas secara normal di kelas 3-A sama sekali susah.
Terutama Kaze-san. Setelah mendeklarasikan bahwa ia membenciku. Sangat-sangat
membenciku. Kini ia mendeklarasikan cintanya pada Yamazaki-san. Tepat di depan
mataku. Oh, Life is just great as ever..
Kaze-san just go. GO AWAY..
.
========================================================Jyaann, Balik lagi sama Ai. Hehe, akhirnya Ai bermaksud untuk meneruskan note-nya. Hmm, hmm. Karena tidak ada yang bisa dikomentari, disudahi saja yaa.. Bye bye. Matta ne.
.Ai Tanaka Uzumaki. :)
0 komentar:
Posting Komentar